A Romantic Story About Serena (19 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
11.42Mb size Format: txt, pdf, ePub

Maaf
Damian, aku harus pergi sementara. Butuh waktu sendirian.

Tapi Kau
bisa tenang, aku tidak akan melarikan diri dari hutang-hutangku.

Aku tidak
serendah itu kau tahu.

Sampai
jumpa di kantor besok pagi

Serena.

**********

Pagi itu
Damian duduk di kantornya dengan muram. Hari masih pagi, para karyawan belum
datang ke kantor, tapi Damian sudah ada di situ. Dia tak tahan berada di kamar
apartemen itu sendirian,

Tanpa
Serena

Dia
terbangun pagi-pagi sekali, karena terbiasa mencari Serena untuk dipeluk,
tetapi yang ditemukannya hanya bantal kosong. Dengan marah Damian langsung
bangun dan murka.

Berani-beraninya
pelacur itu meninggalkannya ?

Tetapi
kemudian, kertas yang diletakkan di bantal Serena itu agak meredakan
kemarahannya. Sebuah pesan singkat sederhana yang ditulis dengan huruf yang
sangat rapi.

Serena
bilang “
Sampai jumpa di kantor besok pagi
”, jadi Damian menahan diri
dari kemarahannya dan memutuskan bersiap-siap dan berangkat ke kantor saat itu
juga.

Sekarang
dia duduk sendirian di ruangannya, memikirkan perbuatannya semalam dan mulai
merasa cemas. Ia terlalu kasar. Ia tahu itu. Ia terlalu kuat dan Serena terlalu
rapuh untuk menahan kemarahannya.

Tapi
tidak tahukan Serena kalau pemandangan Serena yang sedang dipeluk dan dicium
oleh Freddy itu benar-benar membuatnya marah? Seharusnya hanya dia yang boleh
memeluk Serena ! Seharusnya hanya dia yang boleh mencium Serena !

Saat
itulah pintu diketuk dengan pelan. Damian terdiam penuh antisipasi, dia sudah
menunggu. Siapa lagi yang datang sepagi ini kalau bukan Serena?

"Masuk"

Pintu itu
terbuka pelan, dan Serena muncul disana. Hati Damian langsung bagaikan dihantam
oleh palu ketika melihat keadaan Serena,

Gadis itu
masih memakai pakaiannya yang semalam meskipun kelihatan segar setelah
mandi.  Tapi wajahnya kelihatan pucat dan rapuh. Dan bibirnya sedikit
lebam akibat ciuman-ciuman kasarnya kemarin.

Kenapa
kau pucat sekali sayang?

Damian
berdehem, menahan perasaannya.

Detik itu
juga Damian memutuskan dia akan memaafkan Serena. Dia tidak bisa menyalahkan
Serena karena merayu Freddy, tidak ada yang bisa melarangnya kan ? Tidak ada
tertulis dalam perjanjian mereka bahwa Serena tidak boleh menjalin hubungan
dengan lelaki lain, disitu hanya tertulis bahwa Damian berhak memiliki Serena
sesuka hatinya.

Oleh
karena itu  dia akan segera memastikan adanya klausul tambahan dalam
perjanjian itu, bahwa Serena tidak boleh disentuh lelaki lain, bahwa tubuh Serena
adalah hak eksklusifnya, miliknya.

Untuk
sekarang, Damian yakin Serena akan memohon maaf padanya, dan itu bukan masalah,
Damian siap memaafkan Serena atas pengkhianatannya semalam. Dia siap menerima
Serena lagi. Dia belum mau melepaskan Serena.

"Duduk",
perintahnya, berusaha sedatar mungkin.

Dengan
patuh Serena duduk, tapi gadis itu tidak berkata apa-apa, hanya meremas
tangannya dengan gelisah.

"Sebenarnya
kau ingin bicara apa hingga harus menunggu sampai di kantor?", 

Dimana
kau tidur semalam ? apakah kau baik-baik saja ? apakah aku menyakitimu?
 pertanyaan-pertanyaan
itu yang bermunculan di benak Damian, tetapi lelaki itu menahankannya.

Serena
mendongakkan kepalanya, matanya tampak penuh tekad ketika menatap Damian.
Takut, tapi penuh tekad.

"Aku....
Ingin melunasi semua hutangku dan mengakhiri perjanjian kontrak kita"

Damian
tertegun.

Rasanya
seperti seluruh aliran darahnya dihentikan seketika. Ini adalah jawaban yang
sama sekali tidak disangkanya. Damian begitu terkejut hingga membatu seperti
patung.

Tetapi
ketika keterkejutannya usai. Kemarahan langsung merayapinya. Seperti api yang
membakar pelan-pelan, makin lama makin berbahaya.

"Apa
?
", desis Damian di antara giginya, tangannya terkepal.

Dengan
sedikit gemetar, Serena meletakkan sebuah kertas di meja Damian,

"Ini
cek sebesar tiga ratur empat puluh
 
juta,
untuk melunasi hutangku sebesar tiga ratus juta, dan hutang ke perusahaan
sebesar empat puluh juta, dan ini .....", Serena meletakkan sebuah amplop
di meja, "Surat pengunduran diriku dari perusahaan ini"

Hening
cukup lama. Damian hanya duduk di situ, mengamati Serena dengan mata yang
menyala-nyala.

Kemudian
lelaki itu memajukan tubuhnya dan menatap Serena sambil tersenyum dingin.

"
Lunas
sepenuhnya
 ? Jadi malam-malam selama kau melayaniku itu kau anggap 
service
 gratis
untukku ?"

Wajah
Serena pucat pasi mendengar hinaan tersirat itu,

"Aku....
Aku hanya ingin melepaskan diri dari perjanjian itu..."

Damian
mendesis gusar, lalu mengambil cek itu dan mengamatinya, alisnya terangkat,
kemarahan tampak semakin membakarnya,

"Kau
bisa memperoleh uang sebanyak ini dalam semalam, apakah kau menemukan korban
lain yang bisa memberimu uang untuk melepaskan diri dariku ?"

Serena
membelalakkan matanya tak percaya akan kesimpulan negatif yang di ambil Damian,

"Jangan
menuduhku serendah itu !!! Aku... Aku bukan pelacur seperti yang kau kira
!!"

"Kau
pernah dengan sukarela menjadi pelacurku demi uang
 
tiga ratus juta !! Bagaimana bisa aku tidak
berpikir kau bersedia melacurkan diri pada orang lain demi melepaskan diri dariku
hah ???!!", Damian menggebrak meja dengan begitu kerasnya, hingga Serena
terlonjak kaget dari tempat duduknya.

Lalu
tanpa di duganya. Damian mengambil surat pengunduran dirinya di meja. Dan
merobek-robeknya bersama dengan cek yang diberikannya.

Serena hanya
ternganga, kaget dengan tindakan tak terduga Damian itu. Sementara lelaki itu
berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan mengancam sambil merobek-robek surat
dan cek itu menjadi serpihan-serpihan kecil.

Ketika
Damian mulai mendekati Serena, Serena langsung berdiri menjauh, waspada,

"Kenapa
kau merobek cek dan surat itu ?", tanya Serena gugup, takut akan suasana
hati Damian yang begitu muram.

Damian
makin mendekat. Lalu berhenti dan tersenyum sinis ketika melihat Serena mundur
lagi menjauhinya,

"Aku
tidak akan melepaskanmu begitu mudah Serena, kau pikir aku akan diam saja kau
bodohi? Aku akan membuatmu menerima balasan setimpal sebelum akhirnya
melepaskanmu......"

Tiba-tiba
Damian bergerak cepat meraih Serena sebelum dia bisa menghindar. Serena mencoba
meronta, tapi ia sadar dari pengalamannya bahwa percuma saja dia melawan
kekuatan dan kemarahan Damian, jadi dia hanya diam dengan wajah pucat pasi
ketakutan.

"Katakan
padaku Serena.... Pria yang membayari hutangmu itu... Apakah dia sudah
 menidurimu
 ?",
mata Damian menggelap penuh kemurkaan, "Apakah dia sudah
 menyentuhmu
 ?",
napas Damian mulai memburu, "Apakah ciumannya sebaik ciumanku ? Atau dia
hanya pria bodoh yang tertipu oleh kepolosan palsumu yang...."

"Lepaskan
aku !!!!"
, entah darimana Serena seperti mendapatkan
kekuatan untuk mendorong Damian dan melangkah menjauh. "Aku sudah membayar
hutangku. Aku sudah tidak terikat denganmu !! Kau tidak berhak melecehkanku
lagi !!"

"Melecehkan
katamu ?? Kau bilang itu pelecehan ? Kau menyambutku dengan hangat setiap aku
mendatangimu dan kau bilang itu pelecehan ??"

PLAK !!!!

Tangan
Serena tanpa disadari melayang sendiri menampar pipi Damian sekeras mungkin,
kata-kata Damian yang luar biasa menghina itu sangat menyakiti hatinya.

Damian
berdiri disana mengusap pipinya lalu tersenyum jahat.

"Kenapa
menamparku ? Apakah kau merasa malu karena kekotoran moralmu terungkap disini
?", gumamnya sinis.

Dengan
bergegas Serena melangkah ke pintu, sedikit lega karena Damian tidak
mengikutinya,

"Aku
akan mengirimkan lagi cek yang baru, berikut surat pengunduran diriku....
Bagiku semua sudah lunas di antara kita", gumamnya lirih.

"Bagiku
belum", desis Damian tenang, "Kau boleh kabur kemanapun Serena, dan
aku bersumpah akan mendapatkanmu. Dan ketika itu terjadi aku tidak akan main-main
lagi, aku bahkan akan merantaimu di kamar jika perlu. Dan tak usah repot-repot
mengirimkan cek ataupun surat apapun, aku akan merobek-robeknya lagi"

Tangan
Serena yang memegang gagang pintu gemetaran,

"Kenapa
kau begitu kejam padaku...?". Rintihnya putus asa, matanya berkaca-kaca.

Sejenak
Damian terpaku. Serena tampak begitu hancur, begitu luluh, hingga seketika itu
juga Damian ingin memeluk Serena dan menghiburnya, meminta maaf atas kata-kata
kasarnya. Tapi akal sehatnya segera mengambil alih
. Itu akting!
, teriaknya pada diri sendiri, jangan tertipu, gadis
ini pandai memanipulasi orang dengan berpura-pura rapuh. Kau sendiri sudah
merasakannya bukan ?

"A...
Aku tetap akan pergi....", Serena bergumam ketika Damian hanya berdiam
diri, "Kau boleh memaksaku semaumu, tapi aku akan melawanmu sekuat
tenaga"

Dengan
cepat Serena membuka handel pintu. Lalu menolehkan kepalanya untuk menatap
Damian, mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Diserapnya
sosok itu baik-baik, sosok dingin yang berdiri kaku, menatap Serena dengan
penuh kebencian. Disimpannya sosok itu baik baik, dan tiba-tiba saja hatinya
terasa teriris. Air mata mulai menetes dari sudut matanya, dan dengan segera
Serena melangkah keluar dari ruangan itu.

Setengah
berlari dia memasuki lift tanpa mempedulikan tatapan bingung sekertaris Damian.

Di lobby,
suster Ana yang menunggu dengan gelisah dari tadi langsung berdiri begitu
melihat Serena muncul di lift.

"Bagaimana.....?"

Pertanyaannya
tak terjawab karena Serena langsung mengajaknya keluar dari lobby menuju parkiran,
menaiki mobil jemputan rumah sakit yang diminta suster Ana mengantar mereka ke
sini tadi.

Di mobil
air mata Serena tak terbendung lagi dan suster Ana langsung memeluknya untuk
menenangkannya,

"Ssshhh....
Semuanya tak berjalan baik ya ?"

"Dia...
Dia tidak mau menerima uang itu....", Serena tersedak oleh tangisan yang
dalam, "Dia.... Dia menuduhku menjual diriku kepada lelaki lain demi
mendapatkan uang itu....", tangis Serena meledak lagi dengan kuatnya.

Dan
suster Ana langsung memeluknya. Matanya sendiri berkaca-kaca melihat
penderitaan Serena,

"Apakah.....kau
mencintainya, Serena ?", tanya suster Ana hati-hati.

Serena
langsung tersentak, menatap Suster Ana dengan pandangan nanar,

"Apa....?
Itu.... Itu tidak mungkin...."

"Serena,
mungkin kau tidak menyadarinya, tapi kebersamaan kalian selama ini mungkin saja
menumbuhkan sesuatu yang dalam di antara kalian....", suster Ana menatap
Serena lembut, "Dan kau.... Tidak mungkin menangis semenderita ini jika
kau tidak punya perasaan apa-apa kepada Damian, sayang"

Serena
hanya termangu. Air matanya masih mengalir, hatinya sakit sekali. Dan memang
benar, penghinaan dan perlakuan kasar Damian telah menyakitinya lebih daripada
yang seharusnya. Tapi Serena tidak mau memikirkan kemungkinan apapun. Dia tidak
mau, dan tidak bisa. Ada Rafi di sisinya bukan ?

Suster
Ana mendesah melihat kediaman Serena,

"Yah,
setidaknya, suatu saat ketika Damian menyadari kesalahannya, dia akan menyesal
dan kuharap aku ada di sana ketika dia memohon maaf padamu"

****************

Suster
Ana benar, Damian memang menyesal. Tidak perlu waktu lama, hanya selang satu
jam dari kepergian Serena.

"Aku
menerima kalian di sini hanya demi Vanessa", gumam Damian dingin, suasana
hatinya benar-benar buruk saat itu.

Ketika
sekertarisnya menelephone dan memberitahu bahwa Vanessa dan Freddy ada di
ruangan depan, ingin bertemu dengannya, Damian hampir saja mengamuk seketika
itu juga. Dia sudah menegaskan pada sekertarisnya bahwa dia sedang tidak ingin
diganggu. Tetapi Vanessa memaksa, dan seperti biasanya, paksaannya berhasil.

"Kami
harus memberitahumu sesuatu yang penting", gumam Vanessa penuh tekad,
tidak peduli akan tatapan membunuh yang berkali-kali dihujamkan Damian kepada
Freddy yang hanya duduk diam tanpa suara di belakangnya.

"Damian",
Vanessa mencoba menarik perhatian Damian yang terus menerus mempelototi Freddy.
"Ada suatu fakta penting tentang Serena yang harus kau ketahui",

Damian
langsung tertarik. Fakta apa lagi ? Sebuah kebohongan lagi yang belum
diceritakan kepadanya? Sebuah kepalsuan lagi yang akan menyulut kemarahannya?

Dia diam
dan menunggu, bersiap-siap untuk meledak lagi, kepalanya terasa berdenyut dan
mulai nyeri.

Other books

Robinson Crusoe 2244 by Robinson, E.J.
Living Proof by John Harvey
6: Broken Fortress by Ginn Hale
Cook's Night Out by Joanne Pence
Anew: Book Two: Hunted by Litton, Josie
El Talón de Hierro by Jack London
Hard Evidence by Mark Pearson
Cemetery Tours by Smith, Jacqueline
Wanderlust by Thea Dawson